Sembelit, yang disertai dengan nyeri perut yang parah, darah dalam tinja, penurunan berat badan tanpa sebab, atau perubahan kebiasaan buang air besar secara tiba-tiba, perlu diperiksakan ke dokter.
Diposting oleh Dr. Ronnie Mathew,
Konsultan Senior Bedah, Colorectal Care Specialists (CRCS)
Sembelit adalah masalah umum yang memengaruhi semua kalangan. Kondisi ini bisa berarti Anda tidak melakukan buang air besar secara teratur atau tidak dapat sepenuhnya mengosongkan usus. Pada orang dewasa, sembelit dapat memengaruhi kualitas hidup. Kondisi ini juga dikaitkan dengan wasir, fisura ani, dan penyebab mendasar yang serius, seperti kanker usus besar. Ada beberapa bukti bahwa sembelit mungkin terkait dengan sedikit penurunan harapan hidup.
Sembelit adalah kondisi umum di mana buang air besar menjadi lebih jarang atau sulit, yang sering disebabkan oleh pola makan, gaya hidup, atau masalah kesehatan yang mendasarinya.
Apa itu Sembelit?
Sembelit adalah kondisi umum dan dapat terjadi pada usia berapa pun. Istilah ini mungkin memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang, karena kebiasaan buang air besar (dan istilah yang mereka pakai untuk menggambarkannya) sangat berbeda antar individu. Bagi sebagian orang, istilah ini mungkin juga berarti tidak ke toilet sesering biasanya. Sedangkan bagi yang lain, itu berarti tinja mereka sangat keras atau sakit saat dikeluarkan, yang berarti mereka mengejan untuk mengeluarkan tinja. Bagi sebagian lain, sembelit mungkin terasa seperti sensasi belum mengosongkan usus sepenuhnya, dan bagi yang lain, mereka hanya percaya mengalami sembelit ketika mengalami beberapa gejala tersebut secara bersamaan. Terkadang, hal itu terjadi karena kondisi tubuh, seperti saat usus besar Anda mungkin lambat dan membutuhkan bantuan untuk mengeluarkan limbah, atau otot usus yang tidak bekerja secara efektif. Selain itu, sembelit juga bisa terjadi karena kondisi medis lain atau obat-obatan yang Anda konsumsi.
Definisi medis umum untuk sembelit adalah melakukan buang air besar secara spontan kurang dari tiga kali dalam satu minggu.
Gejala Sembelit
Tingkat keparahan sembelit dapat bervariasi dari setiap orang. Sebagian besar hanya mengalami sembelit dalam waktu yang singkat, tetapi bagi yang lain, ini bisa menjadi kondisi jangka panjang (kronis) yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan secara signifikan serta memengaruhi kualitas hidup mereka. Sembelit kronis berarti masalah telah ada setidaknya selama 12 minggu dalam 6 bulan terakhir.
Jika Anda mengalami sembelit, ia dapat menyebabkan salah satu atau lebih kondisi berikut ini:
Tinja (feses) menjadi keras dan sulit atau terasa sakit saat dikeluarkan.
Waktu interval di setiap buang air besar akan meningkat dibandingkan dengan pola biasanya. Ada rentang kebiasaan buang air besar yang normal. Beberapa orang biasanya pergi ke toilet untuk buang air besar sebanyak 2-3 kali sehari. Bagi yang lain, 2-3 kali seminggu adalah jumlah yang wajar. Perubahan pola buang air besar ini mungkin mengindikasikan bahwa Anda mengalami sembelit. Mengeluarkan tinja lunak setidaknya 3 kali seminggu biasanya dianggap hal wajar.
Terkadang, kram terjadi di bagian bawah perut (abdomen). Anda mungkin juga akan merasakan kembung dan mual jika menderita sembelit parah.
Sensasi di mana rasanya Anda belum sepenuhnya mengosongkan usus atau 'selesai' setelah pergi ke toilet untuk buang air besar.
Apa saja penyebab Sembelit?
Beberapa penyebab yang diketahui dapat menyebabkan sembelit, di antaranya sebagai berikut:
Kurangnya asupan makanan berserat (makanan kasar) dapat menyebabkan sembelit. Serat adalah bagian makanan nabati yang tidak dicerna dan tetap bertahan di dalam usus Anda. Serat menambah volume tinja (feses) dan membantu kinerja usus Anda. Makanan tinggi serat termasuk buah-buahan, sayuran, sereal bekatul, roti gandum, gandum, dll.. Rekomendasi asupan serat harian adalah sebanyak 30 g per hari. Namun, perlu mempertimbangkan riwayat kesehatan Anda dan seberapa baik Anda dapat mentolerir konsumsi serat.
Kurang minum dapat memicu atau memperburuk sembelit. Jika Anda makan cukup serat dan minum cukup cairan, tekstur tinja biasanya lunak dan mudah dikeluarkan. Namun, beberapa orang butuh lebih banyak cairan untuk menghindari sembelit. Misalnya, jika Anda tinggal di negara tropis, menghabiskan sebagian besar waktu di luar ruangan, atau aktif berolahraga, Anda mungkin membutuhkan lebih banyak cairan.
Kurang gerak karena berbagai alasan, misalnya:
Sakit atau cedera.
Disabilitas.
Kelemahan atau sudah berusia lanjut.
Depresi.
Pola kerja.
Obesitas.
Beberapa jenis obat-obatan dapat menyebabkan sembelit sebagai efek samping. Di antaranya ada obat pereda nyeri (terutama yang mengandung codein/morfin), beberapa jenis antasida, antidepresan (termasuk amitriptyline), dan tablet zat besi. Ini hanya beberapa contoh, dan masih ada banyak lainnya. Jika ragu, periksa label obat dan efek sampingnya.
Beberapa kondisi medis dapat menyebabkan sembelit. Misalnya:
Kehamilan. Sekitar satu dari lima wanita hamil akan mengalami sembelit. Hal ini disebabkan oleh perubahan hormon yang memperlambat gerakan usus selama kehamilan. Pada kehamilan selanjutnya, ini mungkin hanya karena bayi memakan banyak ruang di dalam perut dan mendorong usus ke satu sisi.
Penyebab yang tidak diketahui (idiopatik). Beberapa orang masih bisa mengalami sembelit meskipun memiliki pola makan yang baik, minum banyak cairan, tidak menderita penyakit, dan tidak mengonsumsi obat apa pun yang dapat memicu kondisi ini. Bisa dibilang, ini karena usus mereka kurang aktif. Kondisi ini cukup sering terjadi dan terkadang disebut sebagai sembelit fungsional atau sembelit primer. Mayoritas kasus terjadi pada wanita. Kondisi ini dimulai pada masa kanak-kanak atau dewasa awal dan berlanjut sepanjang hidup.
Kebiasaan buang air besar pribadi setiap orang juga dapat memicu sembelit. Misalnya, ada yang mungkin dalam jangka panjang terbiasa menahan atau mengabaikan dorongan untuk buang air besar. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya akses ke toilet di rumah, atau tempat kerja, atau keengganan untuk memakai toilet umum. Masalah kebersihan dan kurangnya privasi juga dapat menyebabkan hal ini terjadi. Beberapa orang mungkin juga merasa terburu-buru atau terganggu saat sedang melakukan buang air besar.
Kecemasan, depresi, gangguan kognitif, atau gangguan makan. Ada banyak penyebab sembelit, yang mencakup lebih dari 30 faktor. Terkadang, ini bisa berupa kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Blog ini tidak dapat mencakup semuanya. Jika Anda perlu mendapatkan penilaian dari dokter spesialis perawatan kesehatan untuk alasan kesehatan pribadi, Anda disarankan untuk memeriksakan diri.
Apakah Anda dapat mengatasi Sembelit secara mandiri?
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi gejala sembelit.
Asupan serat yang cukup: Ini termasuk konsumsi buah dan sayuran. Buah-buahan tertentu bisa sangat membantu, tetapi dapat bervariasi dari setiap orang. Jenis buah tersebut adalah prune (plum kering), kiwi, pepaya, nanas, buah naga, dan pisang. Anda mungkin perlu menyesuaikan sesuai musimnya. Buah prune, misalnya, tidak keluar di luar musimnya, karena dikeringkan dan biasanya tersedia sepanjang tahun.
Tetap terhidrasi: minumlah setidaknya 8-10 gelas air setiap hari. Kebiasaan ini semakin penting ketika Anda mengonsumsi serat, karena tubuh perlu cairan untuk membuatnya mengembang dan menjadi lunak. Jika tidak, serta bisa menjadi keras. Terutama bagi yang tinggal di tempat beriklim panas atau jika Anda banyak berolahraga, dll..
Tetap aktif bergerak: rutin berolahraga dan tetap aktif bergerak sangat penting untuk menghindari sembelit.
Probiotik: ada bukti bahwa probiotik dapat membantu mengurangi risiko sembelit.
Pertahankan kebiasaan buang air besar yang baik: jangan suka menunda untuk pergi ke toilet saat Anda membutuhkannya. Beberapa orang juga merasa posisi yang benar dapat membantu saat berada di toilet.
Mengelola stres, kecemasan, atau gangguan makan: pelajari dan gunakan teknik relaksasi untuk mengelola stres. Cari bantuan ahli sesuai kebutuhan, termasuk untuk gangguan makan.
Kapan Anda harus mencari bantuan dan perawatan dari dokter untuk mengatasi Sembelit?
Tidak dapat dipastikan kapan waktu yang tepat untuk memeriksakan diri ke ahli kesehatan. Di bawah ini adalah beberapa pertimbangan umum tentang kapan Anda perlu mencari tinjauan medis terkait sembelit:
Sembelit Anda berlangsung lebih dari 14 hari tanpa adanya pemulihan
Anda mengalami perubahan mendadak dalam kebiasaan buang air besar
Sensasi pengosongan usus yang tidak lengkap (Anda merasa belum mengeluarkan semua tinja meskipun sudah ke toilet untuk melakukannya)
Ada darah dalam tinja atau tinja berwarna hitam
Anda mengalami penurunan berat badan tanpa sebab
Anda berusia di atas 40 tahun
Anda memiliki riwayat keluarga penderita kanker usus besar
Anda mengalami kelelahan secara terus-menerus
Membuat Anda kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Anda mengalami sakit perut yang tidak bisa berhenti
Anda mengalami perut (abdomen) kembung
Anda mengalami muntaber atau memuntahkan cairan empedu
Anda sedang mengonsumsi obat yang menyebabkan sembelit
Penting: terlepas dari faktor-faktor umum di atas, mencari bantuan profesional adalah langkah yang baik saat Anda ragu atau khawatir.
Apa saja pilihan pemeriksaan dan pengobatan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi Sembelit?
Pilihan pemeriksaan dan penanganan bisa terlalu luas dan detail untuk ditulis di blog ini. Langkah pemeriksaan sembelit juga mempertimbangkan berbagai faktor penyebab, yang mencakup lebih dari 30 faktor. Terkadang, ini bisa merupakan kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Cukuplah untuk menyebutkan bahwa beberapa orang mungkin memerlukan perubahan gaya hidup, sementara yang lain memerlukan pemeriksaan detail dan pengobatan. Arah penanganan kondisi ini didasarkan pada berbagai kemungkinan faktor penyebab. Hal yang paling penting adalah Anda perlu memeriksakan diri ke penyedia layanan kesehatan.
Jika Anda memiliki pertanyaan terkait sembelit atau apa yang harus dilakukan jika mengalaminya, segera hubungikami untuk mendapatkan jawabannya.
Perhatian: informasi yang diberikan di sini tidak spesifik dan hanya dimaksudkan untuk wawasan umum. Ini bukanlah panduan untuk mengelola atau mengobati kondisi apa pun dan tidak bisa dipakai untuk menggantikan informasi dari tenaga kesehatan profesional. Silakan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan profesional untuk informasi dan panduan lebih lanjut.
Pengakuan dan Referensi, untuk informasi lebih lanjut:
Attaluri A, Donahoe R, Valestin J, et al; Randomised clinical trial: dried plums (prunes) vs. psyllium for constipation. Aliment Pharmacol Ther. 2011 Apr;33(7):822-8. Doi:
A Guide to Refractory Constipation: Diagnosis and Evidence-Based Management; British Society of Gastroenterology, 2020 - updated November 2021
Diaz S, Bittar K, Mendez MD; Constipation
Constipation; NICE CKS, January 2024
Cho YS, Lee YJ, Shin JE, et al; 2022 Seoul Consensus on Clinical Practice Guidelines for Functional Constipation. J Neurogastroenterol Motil. 2023 Jul 30;29(3):271-305. doi: 10.5056/jnm23066.
Ford AC, Talley NJ; Laxatives for chronic constipation in adults. BMJ. 2012 Oct 1;345:e6168. doi: 10.1136/bmj.e6168.
Krogh K, Chiarioni G, Whitehead W; Management of chronic constipation in adults. United European Gastroenterol J. 2017 Jun;5(4):465-472. doi: 10.1177/2050640616663439. Epub 2016 Aug 2.
Lacy BE, Levenick JM, Crowell M; Chronic constipation: new diagnostic and treatment approaches. Therap Adv Gastroenterol. 2012 Jul;5(4):233-47. doi: 10.1177/1756283X12443093.
Ditulis oleh: Dr. Ronnie Mathew, Konsultan Senior Bedah, CRCS
Apa itu Nyeri Ulu Hati, dan bagaimana kondisi ini bisa terjadi?
Nyeri ulu hati adalah sensasi terbakar di perut atau dada bagian bawah yang naik ke leher. Pada dasarnya, kondisi ini disebabkan oleh penyakit asam lambung (GERD), yang juga disebut esofagitis refluks.
Mulut dan perut terhubung oleh kerongkongan (saluran makanan). Di ujung kerongkongan, tempat perut terhubung, terdapat katup yang disebut sfingter esofagus bawah (LES). LES adalah otot melingkar yang hanya terbuka saat Anda menelan, bersendawa, atau mengalami cegukan. Katup ini akan menutup kembali untuk mencegah asam lambung naik ke kerongkongan. Naiknya asam lambung terjadi ketika LES melemah atau mengendur, seperti setelah makan berat. Meskipun LES biasanya juga mengendur untuk sementara, GERD sering terjadi ketika LES melemah.
GERD (gastroesophageal reflux disease) adalah kondisi kronis di mana isi lambung (terutama asam, empedu, dan pepsin) naik kembali ke kerongkongan (saluran makanan) dan mengiritasi lapisan ujung bawah kerongkongan. Gejala yang paling menonjol adalah nyeri ulu hati dan regurgitasi asam. Gejala orofaring dan/atau saluran pernapasan atipikal bisa terjadi, seperti suara serak, batuk, asma, dan erosi gigi.
Nyeri ulu hati terjadi ketika asam lambung mengiritasi lapisan kerongkongan, menyebabkan peradangan dan sensasi terbakar di dada.
Seberapa umumkah kondisi Nyeri Ulu Hati?
GERD memengaruhi 10-30% populasi orang dewasa di berbagai negara maju. Meskipun nyeri ulu hati/GERD dapat terjadi di segala usia, tingkat prevalensinya akan meningkat seiring bertambahnya usia, terutama setelah 40 tahun. Kondisi ini sedikit lebih sering terjadi pada wanita.
Apa saja penyebab Nyeri Ulu Hati/GERD?
Adanya cairan asam lambung dalam jumlah tertentu adalah normal, karena ada mekanisme perlindungan alami pada kerongkongan bagian bawah. Penyakit asam lambung (GERD) menggambarkan refluks asam yang berkepanjangan atau berlebihan, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada sistem perlindungan ini melalui radang kerongkongan (esofagitis).
Beberapa faktor yang dapat memicu asam lambung, antara lain:
Peningkatan tekanan pada rongga perut
Rokok, alkohol, lemak, cokelat, kopi
Kehamilan
Obesitas
Stres dan kecemasan
Pakaian ketat
Makan besar
Operasi pada akalasia kardia
Sklerosis sistemik
Hernia hiatal (kondisi lemahnya sfingter di ujung bawah kerongkongan/saluran makan)
Riwayat keluarga
Obat-obatan (termasuk obat penghambat alfa, antikolinergik, benzodiazepine, penghambat beta, bisfosfonat, penghambat saluran kalsium, kortikosteroid, obat anti inflamasi non-steroid, nitrat, teofilin, dan antidepresan trisiklik)
Sebagian besar faktor predisposisi ini dapat meningkatkan tekanan pada rongga perut. Makanan berlemak dapat menunda pengosongan lambung. Obat-obatan yang tercantum di atas dan kebiasaan merokok dapat mengendurkan tonus sfingter di ujung bawah kerongkongan (yang juga disebut sfingter esofagus bawah atau sfingter jantung). Perlu dicatat bahwa tidak ada bukti keterkaitan antara infeksi bakteri Helicobacter pylori (yang menyerang lambung, memicu gastritis, dll.,) dengan GERD.
Cairan empedu sangat kaustik (merusak), dan refluks di dalam usus kecil lebih merepotkan daripada di dalam lambung saja. Ada sedikit korelasi antara tingkat keparahan gejala dan temuan selama endoskopi.
Apa saja gejala Penyakit Asam Lambung?
Anda juga bisa terkena GERD jika mengalami beberapa gejala berikut:
Nyeri ulu hati
Kembalinya makanan ke tenggorokan
Sensasi adanya benjolan di tenggorokan
Mual
Kesulitan menelan
Regurgitasi (kembalinya cairan dari lambung atau kerongkongan ke mulut)
Gejala pernapasan: batuk kronis, sesak napas, mengi
Laringitis
Sakit tenggorokan
Nyeri dada yang tidak terkait dengan jantung
Nyeri/ketidaknyamanan perut bagian atas
Bagaimana diagnosis terhadap GERD?
Seorang dokter spesialis (misalnya, dokter bedah umum/bedah pencernaan/gastroenterolog) perlu melakukan penilaian secara lengkap terhadap gejala dan riwayat yang relevan, diikuti dengan pemeriksaan fisik. Kemudian, mereka akan memutuskan untuk melakukan prosedur diagnostik, seperti:
Endoskopi Gastrointestinal Atas (Oesophago-Gastro-Duodenoscopy, OGD): prosedur diagnostik yang dilakukan dengan memasukkan selang endoskop melalui mulut untuk memeriksa bagian dalam kerongkongan, lambung, dan sebagian usus kecil secara lebih dekat.
Barium Swallow: jenis rontgen yang dilakukan dengan cara menelan cairan kapur (barium) dan visualisasi kerongkongan diambil saat Anda menelan cairan tersebut.
Manometri Esofagus: prosedur ini menggunakan sensor tekanan yang ditanamkan dalam tabung nasogastrik untuk mengukur aktivitas otot di kerongkongan dan menentukan apakah LES berfungsi dengan baik.
Tes pH Esofagus: mengukur kandungan asam di kerongkongan.
Apakah makanan tertentu dapat memperburuk Asam Lambung?
Jika terdapat LES (katup di ujung bawah kerongkongan) yang melemah, makanan tertentu dapat memicu asam lambung. Makanan tersebut antara lain:
Minuman tertentu, seperti alkohol, kopi, minuman berkarbonasi/soda, dan teh.
Buah dan sayuran tertentu, seperti nanas, jeruk, tomat, bawang putih, dan bawang bombay.
Makanan tinggi lemak.
Makanan pedas.
Perubahan gaya hidup apa saja yang dapat membantu mengurangi gejala Nyeri Ulu Hati/GERD?
Perubahan gaya hidup tertentu dapat membantu mengatasi gejala nyeri ulu hati/GERD:
Makan secara perlahan dan makan dalam porsi kecil, tetapi lebih sering.
Mengurangi konsumsi makanan yang dapat memicu asam lambung.
Memposisikan kepala Anda lebih tinggi dari badan saat tidur. Bantal tambahan bisa dipakai untuk menaikkan bagian kepala tempat tidur Anda.
Mengenakan pakaian longgar saat tidur, agar menghindari tekanan pada perut Anda.
Selesaikan makan malam Anda setidaknya tiga jam sebelum tidur.
Menjaga berat badan ideal. Turunkan berat badan jika Anda kelebihan berat badan.
Kurangi konsumsi alkohol.
Berhenti merokok.
Bagaimana perawatan dan pengobatan terhadap GERD?
Ada berbagai variasi perawatan untuk membantu mengobati gejala GERD:
Perubahan gaya hidup:
Seperti yang sudah disebutkan di atas, mengadopsi perubahan gaya hidup positif, seperti mengonsumsi makanan yang sehat dan mengurangi alkohol, dapat membantu mengelola gejala GERD.
Obat-obatan:
Antasida: menetralkan asam yang sudah ada di dalam perut.
Alginat: membantu menciptakan penghalang antara asam lambung dan kerongkongan karena kandungan alginat mengapung di atas cairan asam lambung.
Penghambat pompa proton (PPI): mengurangi sekresi asam ke dalam perut.
Antagonis H2 (histamine 2 blocker): mengurangi sekresi asam ke dalam perut.
Potassium-competitive acid blocker: mengurangi sekresi asam ke dalam perut.
Baclofen: bermanfaat untuk mengurangi kejang otot dan frekuensi relaksasi sfingter esofagus bawah, sehingga menurunkan risiko asam lambung.
Prokinetik: berguna untuk memperkuat sfingter esofagus bawah dan membantu pengosongan lambung yang lebih cepat.
Catatan: obat-obatan medis juga memiliki efek samping dan interaksi dengan obat lain. Silakan konsultasikan ke penyedia layanan kesehatan sebelum Anda mengonsumsi obat apa pun.
Fundoplikasi adalah prosedur bedah untuk mengatasi GERD yang melibatkan pembungkusan lambung di sekitar kerongkongan, dengan metode yang berbeda, disesuaikan dengan kebutuhan setiap orang.
Prosedur Operasi
Jika pengelolaan gaya hidup dan konsumsi obat-obatan tidak mampu mengendalikan gejala GERD, tindakan operasi untuk penyakit asam lambung (GERD) dapat dipertimbangkan. Pilihan tindakan operasi dengan beberapa prosedur yang berbeda, meliputi:
Fundoplikasi: sebuah prosedur operasi di mana bagian atas lambung dibungkus di persimpangan kerongkongan dan lambung. Cara ini menciptakan mekanisme sejenis katup baru yang mencegah asam lambung mengalir kembali ke kerongkongan. Prosedur ini sering dilakukan melalui laparoskopi (sayatan kecil) dan dengan bantuan monitor video. Ada tiga jenis utama dari fundoplikasi:
Fundoplikasi Nissen
Fundoplikasi Anterior/Dor
Fundoplikasi Toupet
Transoral incisionless fundoplication (TIF): prosedur yang dilakukan dengan merekonstruksi katup antara lambung dan kerongkongan.
LINX Reflux Management System: prosedur minimal invasif ini dilakukan dengan memasang cincin magnetik kecil di sekitar sfingter esofagus bawah. Cincin tersebut membantu menjaga sfingter tetap tertutup sehingga mencegah isi lambung mengalir kembali ke kerongkongan.
Jika Anda memiliki pertanyaan terkait nyeri ulu hati, refluks asam, atau GERD, segera hubungi kami untuk mendapatkan jawabannya.
Penting: harap diperhatikan bahwa informasi yang diberikan di sini tidak bersifat spesifik dan dimaksudkan hanya untuk wawasan umum. Informasi ini bukanlah panduan penanganan atau pengobatan kondisi apa pun dan tidak menggantikan informasi dari tenaga kesehatan profesional. Silakan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan profesional untuk informasi dan panduan lebih lanjut.
Cheung KS, Leung WK; Long-term use of proton-pump inhibitors and risk of gastric cancer: a review of the current evidence. Therap Adv Gastroenterol. 2019 Mar 11;12:1756284819834511. doi: 10.1177/1756284819834511. eCollection 2019.
Feinle-Bisset C, Azpiroz F; Dietary and lifestyle factors in functional dyspepsia. Nat Rev Gastroenterol Hepatol. 2013 Mar;10(3):150-7. doi: 10.1038/nrgastro.2012.246. Epub 2013 Jan 8.
Garg SK, Gurusamy KS; Laparoscopic fundoplication surgery versus medical management for gastro-oesophageal reflux disease (GORD) in adults. Cochrane Database Syst Rev. 2015 Nov 5;(11):CD003243. doi: 10.1002/14651858.CD003243.pub3.
Gyawali CP, Yadlapati R, Fass R, et al; Updates to the modern diagnosis of GERD: Lyon consensus 2.0. Gut. 2024 Jan 5;73(2):361-371. doi: 10.1136/gutjnl-2023-330616.
Liu L, Li S, Zhu K, et al; Relationship between esophageal motility and severity of gastroesophageal reflux disease according to the Los Angeles classification. Medicine (Baltimore). 2019 May;98(19):e15543. doi: 10.1097/MD.0000000000015543.
Katz PO, Dunbar KB, Schnoll-Sussman FH, et al; ACG Clinical Guideline for the Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux Disease. Am J Gastroenterol. 2022 Jan 1;117(1):27-56. doi: 10.14309/ajg.0000000000001538.
Krause AJ, Walsh EH, Weissbrod PA, et al; An update on current treatment strategies for laryngopharyngeal reflux symptoms. Ann N Y Acad Sci. 2022 Apr;1510(1):5-17. doi: 10.1111/nyas.14728. Epub 2021 Dec 17.
Nencioni M, Asti E, Saino G, et al; Magnetic oesophageal sphincter for the treatment of gastro-oesophageal reflux disease: results of a prospective clinical trial. Chir Ital. 2009 Mar-Apr;61(2):187-92.
Ness-Jensen E, Hveem K, El-Serag H, et al; Lifestyle Intervention in Gastroesophageal Reflux Disease. Clin Gastroenterol Hepatol. 2016 Feb;14(2):175-82.e1-3. doi: 10.1016/j.cgh.2015.04.176. Epub 2015 May 6.
Sigterman KE, van Pinxteren B, Bonis PA, et al; Short-term treatment with proton pump inhibitors, H2-receptor antagonists and prokinetics for gastro-oesophageal reflux disease-like symptoms and endoscopy negative reflux disease. Cochrane Database Syst Rev. 2013 May 31;(5):CD002095. doi: 10.1002/14651858.CD002095.pub5.
Yuan LZ, Yi P, Wang GS, et al; Lifestyle intervention for gastroesophageal reflux disease: a national multicenter survey of lifestyle factor effects on gastroesophageal reflux disease in China. Therap Adv Gastroenterol. 2019 Sep 25;12:1756284819877788. doi: 10.1177/1756284819877788. eCollection 2019.
Ditulis oleh: Dr. Ronnie Mathew, Konsultan Senior Bedah, CRCS
Apa itu Kantong Empedu dan apa fungsinya?
Kantong empedu adalah organ kecil seperti buah pir yang terletak di sisi kanan atas perut. Anggaplah kantong empedu Anda sebagai tempat penyimpanan kecil untuk empedu, cairan pencernaan yang diproduksi oleh hati. Ketika makanan dimakan, perut melepaskan hormon yang menyebabkan kantong empedu berkontraksi dan mengalirkan cairan empedu ke usus kecil. Kemudian, cairan empedu akan membantu dalam memecah lemak dalam makanan.
Apa itu Batu Empedu, dan mengapa bisa muncul?
Batu empedu adalah endapan kecil dan keras yang terbentuk di dalam kantong empedu Anda. Ukurannya bisa bervariasi, mulai dari sebesar butiran pasir hingga bola golf. Batu-batu ini terbentuk ketika terlalu banyak kandungan kolesterol, garam empedu, atau bilirubin dalam cairan empedu. Ketika ini terjadi, zat berlebih tersebut akan mengeras menjadi batu. Batu empedu biasanya tidak berbahaya, tetapi terkadang dapat menghalangi aliran cairan empedu dan menyebabkan nyeri, mual, peradangan/infeksi, serta komplikasi lainnya.
Batu empedu adalah endapan cairan pencernaan yang mengeras di dalam kantong empedu, yang terkadang dapat menyebabkan nyeri atau bahkan tanpa gejala apa pun.
Siapa saja yang berisiko terkena Batu Empedu?
Secara umum, beberapa orang lebih berpotensi mengalami batu empedu:
Usia: seiring bertambahnya usia, risiko Anda terkena batu empedu pun meningkat. Pria lebih mungkin mengalaminya setelah usia 60 tahun, sementara wanita lebih rentan saat memasuki usia antara 20 dan 50 tahun.
Jenis kelamin: Wanita lebih berisiko memiliki batu empedu daripada pria karena kadar hormon estrogen mereka yang secara alami lebih tinggi. Estrogen dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam empedu, dan hormon lain, yaitu progesteron, dapat memperlambat proses pengosongan kantong empedu.
Berat badan: kelebihan berat badan merupakan faktor risiko utama. Lemak tubuh melepaskan estrogen yang dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam cairan empedu. Penurunan berat badan yang cepat juga dapat memicu batu empedu karena secara bersamaan membuang banyak kolesterol ke dalam empedu.
Genetik: jika keluarga Anda memiliki riwayat batu empedu, Anda juga lebih mungkin untuk mengalaminya.
Hormon: perubahan hormonal, seperti yang disebabkan oleh kehamilan, terapi penggantian hormon, atau pil KB, dapat meningkatkan risiko batu empedu karena meningkatnya kadar estrogen.
Obat penurun kolesterol: meskipun obat ini dapat menurunkan kolesterol dalam darah, mereka dapat meningkatkan kolesterol dalam cairan empedu, sehingga menyebabkan risiko batu empedu yang lebih tinggi.
Diabetes: penderita diabetes seringkali memiliki kadar asam lemak tinggi yang disebut trigliserida, yang dapat berkontribusi pada pembentukan batu empedu.
Pola makan dan gaya hidup: mengonsumsi makanan tinggi lemak, kolesterol, dan rendah serat, serta gaya hidup sedentary (tidak banyak bergerak), dapat meningkatkan risiko batu empedu.
Apakah Batu Empedu bisa dicegah sejak dini?
Ada beberapa bukti bahwa gaya hidup sehat, aktivitas fisik yang teratur, dan berat badan ideal dapat mencegah pembentukan batu kolesterol dan batu empedu bergejala. Namun, bukti untuk rekomendasi ini masih tidak terlalu kuat.
Obat-obatan yang mengandung asam Ursodeoksikolat mungkin berguna dalam mencegah pasien dengan risiko tinggi (misalnya, pasien obesitas morbid yang mengalami penurunan berat badan dengan cepat setelah menjalani operasi bariatrik, yaitu operasi penurunan berat badan) dari pembentukan batu empedu. Namun, penelitian menunjukkan bahwa asam Ursodeoksikolat tidak mengurangi gejala empedu setelah batu terbentuk.
Apa saja gejala dari Batu Empedu?
Mayoritas penderita batu empedu bahkan tidak tahu mereka memilikinya karena tidak selalu menimbulkan gejala. Namun, jika batu empedu tersangkut di saluran empedu, ia dapat menyebabkan nyeri mendadak dan parah di bagian kanan atas perut Anda. Nyeri ini dikenal sebagai kolik bilier. Jika penyumbatan tidak segera ditangani, ia dapat menyebabkan masalah serius, seperti infeksi atau peradangan kantong empedu.
Jika cairan empedu tidak mengalir dengan baik, kondisi ini dapat memicu:
Penyakit kuning (jaundice)
Urine berwarna gelap
Tinja berwarna terang
Apa saja pilihan pengobatan untuk mengatasi Batu Empedu?
Batu empedu yang tidak menimbulkan gejala atau masalah
Pada sebagian besar orang, batu empedu tidak menimbulkan gejala apa pun. Dalam kasus seperti itu, tidak diperlukan pengobatan khusus selain pengendalian pola makan secara umum serta pengobatan sumber penyebab yang memicu pembentukan batu empedu.
Batu empedu yang menimbulkan gejala dan komplikasi
Batu empedu dapat menyebabkan:
Kolik bilier
Infeksi/peradangan kantong empedu
Jaundice obstruktif (penyakit kuning akibat penyumbatan)
Masing-masing kondisi tersebut memerlukan pengobatan khusus. Misalnya, obat pereda nyeri untuk gejala nyeri, antibiotik untuk infeksi/peradangan, pembersihan saluran empedu ketika ada jaundice obstruktif, pengosongan kantong empedu dalam kondisi tertentu, pengobatan khusus untuk pankreatitis, operasi untuk mengatasi penyumbatan usus akibat batu empedu, dll.. Ini hanyalah saran umum, dan biasanya memerlukan kombinasi strategi pengobatan.
Selain itu, biasanya juga diperlukan pengangkatan kantong empedu (Kolesistektomi). Kolesistektomi adalah pengobatan yang paling umum untuk batu empedu. Prosedur ini dilakukan dengan operasi minimal invasif. Kantong empedu bukanlah organ yang esensial, sehingga orang dapat hidup normal meskipun tidak memilikinya.
Perawatan medis atau gelombang kejut (disebut juga lithotripsy) dapat dipertimbangkan untuk memecah batu empedu, tetapi mungkin kurang efektif.
Adakah kondisi lain yang mungkin memiliki gejala yang serupa dengan Batu Empedu?
Beberapa kondisi lain yang menyerupai gejala batu empedu, di antaranya:
Ketidaknyamanan yang tidak jelas pada perut
Distensi perut
Mual
Perut kembung
Intoleransi terhadap lemak juga dapat disebabkan oleh:
Terkadang, kondisi tersebut dapat tumpang tindih. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis dan melakukan penilaian secara detail. Pemeriksaan biasanya diperlukan untuk mendiagnosis masalah terkait kantong empedu/batu empedu dan juga untuk mengeliminasi kondisi lainnya.
Pemeriksaan apa saja yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis masalah terkait Batu Empedu?
Ultrasonografi (USG) adalah salah satu cara terbaik untuk mengidentifikasi keberadaan batu, dengan sensitivitas sekitar 90-95%:
Terkadang, batu tidak bergerak, sehingga tidak mudah untuk dibedakan dari polip yang tidak penting, dan batu yang sangat kecil mungkin terlewatkan atau gagal menghasilkan bayangan akustik yang membantu.
USG juga memungkinkan pengukuran diameter saluran empedu umum (CBD) dan menunjukkan posisi organ hati serta saluran empedu hati. Namun, USG hanya dapat mengidentifikasi secara pasti sekitar setengah dari setiap batu di CBD.
Jika temuan USG negatif, tetapi ada dugaan yang tinggi, seperti pada pasien dengan nyeri perut bagian atas dan LFT abnormal, ada baiknya mengulangi pemeriksaan dengan jeda waktu. Ini mungkin dapat menemukan batu yang sebelumnya terlewatkan.
MRI scan (magnetic resonance cholangiopancreatography) bisa dipakai ketika dibutuhkan klarifikasi lebih lanjut.
Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) dapat digunakan untuk mendiagnosis batu saluran empedu dan juga telah berkembang dari yang awalnya prosedur diagnostik, menjadi prosedur terapeutik, untuk mengangkat batu.
Tes darah (menilai tanda infeksi, kadar bilirubin, enzim hati, dan amilase/lipase untuk menilai pankreatitis), Urinalisis, Rontgen Dada (CXR), Elektrokardiogram (EKG), OGD/Endoskopi, dan Kolonoskopi, dapat membantu menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.
Di CRCS, kami menyediakan penilaian dari ahli, diagnosis, dan pengobatan untuk membantu memulihkan kesehatan Anda.
Jika Anda memiliki pertanyaan terkait Kantong Empedu atau Batu Empedu, hubungikami sekarang untuk mendapatkan jawabannya.
Penting: harap diperhatikan bahwa informasi yang diberikan di sini tidak bersifat spesifik dan dimaksudkan hanya untuk wawasan umum. Informasi ini bukanlah panduan penanganan atau pengobatan kondisi apa pun dan tidak menggantikan informasi dari tenaga kesehatan profesional. Silakan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan profesional untuk informasi dan panduan lebih lanjut.
Khan HN, Harrison M, Bassett EE, et al; A 10-Year Follow-up of a Longitudinal Study of Gallstone Prevalence at Necropsy in South East England. Dig Dis Sci. 2009 Jan 22.
Shojaiefard A, Esmaeilzadeh M, Ghafouri A, et al; Various techniques for the surgical treatment of common bile duct stones: a meta review. Gastroenterol Res Pract. 2009;2009:840208. Epub 2009 Aug 6.
Sakorafas GH, Milingos D, Peros G; Asymptomatic cholelithiasis: is cholecystectomy really needed? A critical reappraisal 15 years after the introduction of laparoscopic cholecystectomy. Dig Dis Sci. 2007 May;52(5):1313-25. Epub 2007 Mar 28.
Machado FHF, Castro Filho HF, Babadopulos RFAL, et al; Ursodeoxycholic acid in the prevention of gallstones in patients subjected to Roux-en-Y gastric bypass1. Acta Cir Bras. 2019 Feb 14;34(1):e20190010000009. doi: 10.1590/s0102-865020190010000009.
Diposting oleh: Dr. Ronnie Mathew, Konsultan Senior Bedah, CRCS
Hernia adalah kondisi ketika ada bagian dalam tubuh yang mendorong keluar melalui titik lemah pada otot atau dinding jaringan di sekitarnya. Ada banyak jenis hernia, tergantung pada lokasi dan sifat tonjolannya. Hernia perut terjadi ketika kelemahan pada dinding perut (abdominal wall) membuat sebagian isi rongga perut menonjol keluar. Hernia inguinal adalah jenis hernia perut yang paling sering terjadi.
Beberapa jenis Hernia perut yang biasanya muncul
Hernia perut terjadi ketika ada organ atau jaringan yang mendorong keluar melalui titik lemah di dinding perut kita, menciptakan tonjolan yang terlihat, dan menyebabkan rasa tidak nyaman.
Apa saja penyebab utama dari Hernia?
Ada banyak faktor yang berkontribusi dalam terjadinya hernia:
1. Kongenital (yaitu, sudah ada sejak lahir):
Sebuah lubang atau titik lemah yang sudah ada sejak lahir.
Perbedaan kongenital (kondisi bawaan) pada kekuatan jaringan ikat Anda (kolagen).
2. Didapat (karena beberapa faktor risiko di bawah ini):
Batuk kronis secara terus-menerus.
Mengejan secara kronis saat buang air besar.
Sering mengangkat, membawa, atau mendorong benda yang berat.
Kelebihan berat badan.
Kehamilan.
Operasi perut sebelumnya yang dapat menghasilkan lubang atau titik lemah.
Mengapa Hernia perlu ditangani?
Meskipun hernia biasanya bukanlah kondisi serius, pengobatan untuk memperbaikinya biasanya disarankan karena dua alasan:
Secara bertahap, hernia bisa membesar dan semakin terasa tidak nyaman.
Isi hernia dapat terperangkap di titik lemah pada dinding perut. Hal ini dapat menyebabkan obstruksi usus dengan gejala seperti nyeri parah, mual, dan muntah (hernia inkarserata).
Ada sedikit kemungkinan bawah hernia akan mengalami strangulasi (terjepit):
Ini terjadi ketika usus, yang keluar melalui celah di titik lemah tubuh, terjepit. Hal ini dapat memutus pasokan darah ke bagian usus di dalam hernia.
Hernia dapat menyebabkan nyeri parah dan beberapa kerusakan pada bagian usus di dalam hernia.
Hernia yang terjepit sebenarnya jarang terjadi dan biasanya dapat ditangani dengan operasi darurat.
Risiko strangulasi lebih besar pada hernia femoralis daripada hernia inguinalis. Risikonya juga lebih besar pada hernia yang berukuran lebih kecil. Di wilayah tertentu, pendanaan NHS untuk perbaikan hernia tidak diberikan secara otomatis dan dokter umum atau dokter bedah mungkin perlu mengajukan permohonan untuk melakukan prosedur ini.
Apakah Anda membutuhkan operasi untuk memperbaiki Hernia?
Kebanyakan hernia tidak memerlukan penanganan segera (kecuali jika menampakkan hernia darurat). Meskipun hernia dapat ditangani secara konservatif (tanpa operasi), biasanya tetap disarankan untuk memperbaikinya karena alasan yang disebutkan di atas. Operasi adalah pengobatan paling umum untuk mengatasi hernia.
Apa saja pilihan pendekatan operasi untuk mengatasi Hernia?
Tiga jenis utama operasi hernia mencakup operasi terbuka, laparoskopi (minimal invasif), dan operasi robotik (minimal invasif). Melalui ketiga pendekatan tersebut, dokter bedah akan mengembalikan isi hernia ke posisi semula dan kemudian memperbaiki cacat hernia. Jaring sintetis atau biologis kemudian dipakai untuk memperbaiki cacat tersebut.
Operasi dan pemulihan Anda akan bergantung pada beberapa faktor, termasuk jenis hernia yang Anda miliki dan seberapa kompleks tindakan operasinya.
Terbuka (konvensional): biasanya dilakukan dengan membuat sayatan di atas pembengkakan hernia.
Laparoskopi: dilakukan melalui tiga sayatan kecil (0,5-1 cm). Kemudian, kamera video (laparoskop) dimasukkan untuk melihat ke dalam area operasi.
Robotik: dilakukan melalui pembuatan sayatan pada kulit yang mirip dengan operasi laparoskopi. Dokter bedah kemudian akan mengendalikan instrumen robotik untuk melakukan operasi.
Kanker kolorektal atau kanker usus besar semakin banyak terjadi pada kalangan orang dewasa muda. Skenario yang mengkhawatirkan ini telah menarik perhatian berbagai pihak sejak beberapa waktu lalu (1-3). Hal ini semakin disoroti dalam artikel terbaru di bulan Desember 2024 dari Lancet Oncology (4), di mana tampaknya ada tren peningkatan secara tajam terkait kasus kanker kolorektal yang mengkhawatirkan di antara mereka dengan usia 20 hingga 50-an tahun: di antara Gen-Z, Millennial, dan Gen-X.
Kebanyakan dari mereka tidak memiliki riwayat keluarga atau faktor risiko kanker kolorektal, seperti obesitas, yang membuat tren ini menjadi sangat mengkhawatirkan. Lonjakan ini masih menjadi misteri medis yang membingungkan bagi para dokter (5), seperti yang tercatat dalam catatan opini dari American College of Surgeons. Secara tradisional, riwayat keluarga/faktor keturunan merupakan faktor yang menyebabkan munculnya kanker kolorektal di kalangan populasi yang lebih muda. Namun, tren yang ada dan bertahan sekarang ini tidak mungkin hanya disebabkan oleh faktor keluarga/keturunan. Disinyalir ada lebih banyak faktor lagi yang berperan dalam peningkatan kasus kanker kolorektal ini secara global.
Meskipun, kondisi ini bisa jadi dipicu oleh beberapa penyebab umum, seperti pola makan, gaya hidup, dll., faktor epigenetik mungkin lebih mungkin menjadi penyebabnya. Sederhananya, epigenetik mengacu pada bagaimana perilaku dan lingkungan dapat menyebabkan perubahan yang memengaruhi cara kerja gen kita. Faktor penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa tidak seperti perubahan genetik (mutasi) pada umumnya, perubahan epigenetik bersifat reversibel/bolak-balik (pada dasarnya, mereka tidak mengubah urutan DNA). Potensi pembalikan ini memberi harapan bahwa jika kita dapat menemukan faktor-faktor ini, ada kemungkinan untuk dapat menghentikan atau mengurangi tren peningkatan kanker kolorektal pada kalangan yang lebih muda.
Sampai saatnya datang, sangat penting bagi program skrining populasi nasional untuk deteksi kanker kolorektal dimulai dari usia yang lebih muda. Saat ini, sebagian besar negara di dunia Barat memulainya pada usia 50 tahun. Di antara pakar global lainnya, Dr. Ronnie Mathew, Direktur dari Colorectal Care Specialists (CRCS), adalah salah satu pendukung yang menyerukan kepada semua perkumpulan/asosiasi usus besar di seluruh dunia untuk mempertimbangkan revisi terhadap pedoman usia skrining masyarakat dari yang saat ini 50 tahun menjadi setidaknya 45 tahun (atau bahkan 40 tahun untuk negara tertentu dengan statistik peningkatan kanker yang lebih tinggi pada orang yang lebih muda).
Polip kolorektal, yang merupakan pertumbuhan jinak di usus besar, dapat secara bertahap berkembang menjadi sel kanker seiring waktu karena akumulasi sel abnormal, hingga akhirnya menjadi kanker kolorektal jika tidak diobati. Sebagian besar kanker kolorektal berawal dari polip.
Sementara itu, kita harus terus mengurangi atau memodifikasi faktor-faktor risiko kanker kolorektal yang sudah diketahui, seperti:
Membatasi konsumsi daging merah dan lemak.
Mengonsumsi makanan kaya serat seperti buah, sayur, dan biji-bijian utuh.
Berhenti merokok.
Membatasi konsumsi alkohol.
Gaya hidup aktif dengan rutin berolahraga.
Menurunkan kelebihan berat badan.
Mengendalikan diabetes.
Selain itu, beberapa kalangan yang lebih berisiko dan memerlukan pengawasan, di antaranya:
Usia lanjut — risiko kanker kolorektal mulai meningkat setelah usia 50 tahun.
Riwayat medis — riwayat polip atau kanker usus besar yang pernah terjadi sebelumnya.
Predisposisi genetik — riwayat keluarga dengan kanker kolorektal atau kondisi turunan/herediter.
Penyakit radang usus — penyakit radang usus, seperti kolitis ulseratif atau penyakit Crohn.
Imunosupresi — orang dengan imunitas lemah yang kronis.
Beberapa gejala, seperti pendarahan rektum, nyeri perut, perubahan kebiasaan buang air besar, penurunan berat badan, dan rasa lelah (yang disebabkan oleh rendahnya kadar hemoglobin dalam darah), sering terlewat atau diabaikan. Hal ini dapat menunda diagnosis dan perkembangan stadium penyakit yang lebih lanjut. Jika gejala-gejala tersebut muncul, segeralah menemui dokter. Meningkatkan kesadaran akan tanda-tanda kanker kolorektal dan mendorong tindakan tepat waktu dapat menyelamatkan nyawa.
Perlu dicatat, biasanya gejala tidak muncul pada tahap awal kanker kolorektal. Oleh karena itu, deteksi dini melalui skrining, seperti kolonoskopi, atau partisipasi dalam skrining nasional (seperti tes darah samar/imunokimia feses) sangat penting.tial.
Kolonoskopi memungkinkan deteksi dini dan pengangkatan polip prakanker, yang secara efektif dapat mencegah kanker kolorektal dan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup.
Kanker kolorektal adalah salah satu dari sedikit jenis kanker yang seringkali dapat dicegah. Kolonoskopi secara konsisten terbukti menjadi pilihan ideal di antara semua intervensi/tes untuk mendiagnosis atau mengurangi/menghindari risiko kanker jenis ini. Hal ini karena sebagian besar kanker kolorektal berkembang dari polip, dan polip tersebut dapat ditemukan serta diangkat saat menjalani prosedur kolonoskopi. Pengangkatan polip penting sebelum mereka memiliki kesempatan untuk berkembang menjadi sel kanker.
Referensi:
Global patterns and trends in colorectal cancer incidence in young adults. Siegel, RL ∙ Torre, LA ∙ Soerjomataram, I ∙ et al. Gut. 2019; 68:2179-2185 Crossref PubMed Google Scholar
Changes in colorectal cancer incidence in seven high-income countries: a population-based study Araghi, M ∙ Soerjomataram, I ∙ Bardot, A ∙ et al. Lancet Gastroenterol Hepatol. 2019; 4:511-518 Full Text (PDF) PubMed Google Scholar
Increasing incidence of colorectal cancer in young adults in Europe over the last 25 years Vuik, FE ∙ Nieuwenburg, SA ∙ Bardou, M ∙ et al. Gut. 2019; 68:1820-1826 Crossref PubMed Google Scholar
Abses dapat muncul di bagian tubuh mana saja. Namun, abses yang muncul di anus bisa sangat menyakitkan dan mengganggu, sehingga menghambat aktivitas Anda sehari-hari, mulai dari duduk hingga berjalan. Jika Anda pernah mengalami nyeri dan ketidaknyamanan di sekitar pantat, atau bahkan pendarahan dari anus, Anda mungkin mengalami abses anus.
Mengingat lokasi lesi, bisa dipahami bahwa ada rasa malu yang muncul saat hendak mencari perhatian medis. Namun, penting untuk segera mendapatkan perawatan abses untuk menghindari komplikasi lanjutan dengan infeksi Anda.
Apa itu Abses Anus?
Abses adalah benjolan berisi nanah yang dipicu oleh infeksi. Sederhananya, abses anus, atau abses perianal, adalah abses yang terbentuk di anus/pantat.
Area umum di pantat yang menjadi tempat terbentuknya abses adalah:
Daerah anorektal - Ini bisa berupa [1, 2]:
abses perianal – Infeksi menyebar ke bawah, dari sfingter anus menuju ke jaringan subkutan dekat anus.
abses iskiorektal – Infeksi menyebar keluar, dari sfingter anus menuju ke jaringan lemak dan berserat di sekitarnya.
abses intersfingterik – Terletak di antara sfingter anus internal dan eksternal.
abses supralevator – Infeksi yang terjadi di dinding rektum, di atas otot levator.
abses submukosa – Terletak di lapisan mukosa saluran anus atau rektum.
Daerah pilonidal (lebih dikenal sebagai "lipatan pantat") - Terkadang, kista yang disebut kista pilonidal juga terbentuk di area tersebut.
Abses juga dapat terbentuk di mana saja di kulit pantat dan berbentuk seperti jerawat. Gejala abses anus bisa bervariasi tergantung lokasi lesi. Abses yang dekat dengan permukaan kulit dapat terlihat memiliki:
Benjolan yang berisi nanah
Kemerahan
Pembengkakan
Nyeri dan ketidaknyamanan pada benjolan
Abses yang lebih dalam dapat menunjukkan beberapa hal berikut:
Keluarnya cairan seperti nanah dari anus
Pendarahan dari anus
Sembelit
Buang air besar yang menyakitkan
Iritasi pada kulit di sekitar anus
Abses anus biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri yang menyebabkan kantong nanah terbentuk di bawah kulit.
Apa saja yang menyebabkan Abses Anus?
Abses Anorektal
Abses anorektal terbentuk karena peradangan pada jaringan subkutan, biasanya disebabkan oleh kelenjar anus yang tersumbat dan terinfeksi. Bakteri mulai tumbuh di kelenjar anus yang tersumbat ini, yang membuat tubuh menghasilkan respons peradangan.
Kantong nanah terbentuk sebagai akibat dari respons peradangan ini, yang selanjutnya bisa menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan. Bakteri umum yang dapat memicu infeksi ini meliputi Escherichia Coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus, dan Enterococcus. Faktor risiko yang dapat menyebabkan abses anorektal meliputi [3, 4]:
Merokok
Tinja cair yang masuk ke dalam saluran abses
Saluran yang melebar yang menyebabkan pengosongan usus secara tidak tepat
Infeksi (HIV atau penyakit menular seksual lainnya)
Penyakit Crohn
Trauma
Kanker
Rambut yang tumbuh ke dalam
Cedera kulit atau gesekan
Abses Pilonidal
Abses pilonidal biasanya berasal dari kista pilonidal, yang sering muncul ketika rambut terjebak atau tertanam di antara lipatan kulit daerah pilonidal, tepat di atas lipatan pantat. Hal ini dapat terjadi karena gesekan dari pakaian, gesekan kulit, atau terlalu lama duduk. Kantong rambut ini secara bertahap akan mengumpulkan sel-sel kulit mati, kotoran, atau materi lainnya, dan membentuk kista.
Jika dibiarkan tidak diobati, kista dapat terinfeksi dan membentuk abses. Umumnya, faktor risiko pembentukan kista pilonidal meliputi:
Kelebihan berat badan
Gaya hidup tidak aktif (kurang gerak)
Laki-laki
Rambut yang tumbuh ke dalam
Cedera kulit atau gesekan
Abses pilonidal terbentuk dari kista pilonidal yang terinfeksi.
Apa yang akan terjadi jika Abses Anus dibiarkan tidak diobati?
Jika tidak diobati, komplikasi dapat terjadi, seperti:
Infeksi lebih lanjut — Abses anus dapat menginfeksi jaringan di sekitarnya (selulitis) atau bahkan aliran darah. Dalam kasus penyebaran yang sistemik, sepsis dapat terjadi, dan menyebabkan demam atau bahkan gagal organ.
Fistula — Fistula adalah saluran abnormal antara rektum atau anus, yang menyebabkan ketidaknyamanan dan mungkin memerlukan tindakan operasi.
Abses kronis — Abses kronis adalah abses yang terus berulang sebagai akibat dari pengobatan atau penyembuhan yang tidak tepat.
Luka — Kemunculan abses yang tidak diobati dalam waktu lama dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut/luka.
Bagaimana pengobatan untuk Abses Anus?
Pengobatan abses anus memerlukan intervensi medis. Memecahkan abses sendiri bisa sangat menyakitkan dan justru dapat memicu komplikasi, seperti abses yang terbentuk kembali atau infeksi lebih lanjut. Abses anus diangkat melalui operasi dengan beberapa langkah berikut:
Bius lokal – Bius/anestesi lokal biasanya diberikan untuk meminimalisir rasa sakit dan ketidaknyamanan pasien.
Sayatan – Sayatan dibuat pada abses, dan terkadang berbentuk 'X'.
Pengurasan – Nanah dan kotoran dikeluarkan dari sayatan, tetapi luka dibiarkan terbuka untuk penyembuhan.
Perban – Perban luka dapat dipasang untuk mendorong drainase lebih lanjut. Perban mungkin perlu diganti selama periode penyembuhan.
Perawatan pasca operasi – Setelah operasi, pasien akan diberikan obat pereda nyeri dan obat pencahar untuk menghindari sembelit dan iritasi lebih lanjut. Mandi dalam posisis duduk juga direkomendasikan untuk menghilangkan rasa sakit. Antibiotik juga bisa diresepkan oleh dokter, dan pasien akan memerlukan kunjungan lanjutan 3 - 8 minggu pasca prosedur untuk memastikan penyembuhan yang tepat dan menyeluruh.
Namun, tergantung pada lokasi abses, beberapa mungkin lebih rumit daripada yang lain untuk diobati. Saat berkonsultasi dengan dokter, mereka akan memberitahu Anda tentang jenis pengobatan yang mungkin perlu dijalani.
Kesimpulan
Semoga panduan ini membantu Anda memahami abses anus dan bagaimana proses pembentukannya. Abses anus memang bisa membuat frustasi dan rasa malu saat ditangani, tetapi sepenuhnya dapat diobati. Pengobatan sejak dini akan lebih tidak rumit dan juga mengurangi risiko perkembangan masalah lain. Buat janji konsultasi dengan kami hari ini jika Anda memiliki kekhawatiran tentang abses anus dan cara mengobatinya.
Lebih lanjut tentang Abses Anus
Apakah abses anus bisa hilang sendiri?
Abses anus jarang ada yang bisa hilang dengan sendirinya. Disarankan juga untuk menghindari memecahkan abses sendiri karena dapat memperburuk kondisi atau menyebarkan infeksi. Dokter akan membantu Anda mengangkat abses dengan aman dan efektif.
Berapa lama waktu pemulihan pasca operasi?
Pemulihan dapat memakan waktu antara 3-8 minggu setelah operasi.
Apakah abses anus bisa kambuh?
Ya, abses anus dapat kambuh lagi, terutama jika penyebab yang mendasarinya belum ditangani. Melalui perawatan yang tepat, kebersihan, dan mengikuti anjuran dokter, kekambuhan bisa dicegah.
Kapan saya perlu memeriksakan diri ke dokter?
Anda harus menemui dokter jika mengalami salah satu dari kondisi berikut:
Nyeri dan ketidaknyamanan pada pantat
Pendarahan dari anus
Demam dan menggigil (mungkin menandakan infeksi)
Benjolan di area rektum/dubur
References
Hogan AM, Mannion M, Ryan RS, Khan W, Waldron R, Barry K. Beware the ischiorectal abscess. Int J Surg Case Rep. 2013;4(3):299-301. doi: 10.1016/j.ijscr.2012.08.005. Epub 2012 Sep 1. PMID: 23396392; PMCID: PMC3604705.
Klein JW. Common anal problems. Med Clin North Am. 2014 May;98(3):609-23. doi: 10.1016/j.mcna.2014.01.011. Epub 2014 Mar 21. PMID: 24758964.
Martín-Lagos Maldonado A, Herrera Mercader MDC, Lozano Cejudo C. Proctitis and perirectal abscesses: is there anything else to think about? Rev Esp Enferm Dig. 2018 Jun;110(6):410. doi: 10.17235/reed.2018.5500/2018. PMID: 29722270.
Sistem pencernaan adalah bagian penting dari kesehatan kita secara keseluruhan, tetapi seringkali diabaikan sampai masalah timbul. Mulai dari gangguan pencernaan yang sesekali muncul hingga masalah yang lebih serius, seperti nyeri perut kronis atau penurunan berat badan tanpa sebab, masalah pencernaan dapat secara signifikan memengaruhi kualitas hidup Anda. Dalam banyak kasus, diagnosis terhadap masalah ini memerlukan pemeriksaan lebih dekat ke dalam saluran pencernaan untuk memahami apa yang terjadi di dalam sana.
Di sinilah prosedur seperti kolonoskopi, gastroskopi, dan endoskopi berperan. Meskipun namanya mungkin terdengar menakutkan atau membingungkan, masing-masing alat diagnostik ini dirancang untuk memeriksa bagian-bagian dari sistem pencernaan, yang membantu dokter dalam mendeteksi dan mengobati berbagai masalah pencernaan. Prosedur ini tidak hanya memberikan wawasan berharga tentang sejumlah masalah, seperti polip, ulkus, dan peradangan, tetapi juga berperan penting dalam deteksi dini penyakit yang lebih parah, seperti kanker.
Dalam blog ini, kita akan menguraikan perbedaan antara kolonoskopi, gastroskopi, dan endoskopi. Kita akan mengeksplorasi bagaimana cara kerja dari setiap prosedur, mengapa mereka direkomendasikan, dan apa yang dapat Anda harapkan selama dan sesudah prosedur. Pada akhirnya, Anda akan memiliki pemahaman yang lebih jelas tentang alat diagnostik yang penting ini, sehingga membantu meredakan kekhawatiran atau pertanyaan yang mungkin Anda miliki tentang masalah kesehatan pencernaan.
Sistem pencernaan terdiri dari sejumlah organ, dengan masing-masing memainkan peran penting dalam memastikan efisiensi dan fungsionalitas sistem.
Memahami Cara Kerja Prosedur: Kolonoskopi, Gastroskopi, dan Endoskopi
Meskipun istilah kolonoskopi, gastroskopi, dan endoskopi sering digunakan secara bergantian, masing-masing mengacu pada prosedur berbeda yang memeriksa bagian saluran pencernaan yang berbeda. Mari kita lihat lebih dekat apa saja yang terlibat dalam setiap prosedurnya:
Kolonoskopi
Kolonoskopi adalah prosedur yang digunakan untuk memeriksa usus besar (kolon) dan rektum/dubur. Selama prosedur ini, selang lentur yang disebut kolonoskop, dilengkapi dengan kamera kecil, dimasukkan ke sepanjang usus besar melalui dubur. Hal ini memungkinkan dokter untuk melihat lapisan dalam usus besar guna memeriksa kelainan, seperti polip, tumor, peradangan, atau tanda-tanda kanker.
Mengapa dilakukan: Kolonoskopi sering direkomendasikan bagi pasien yang mengalami perubahan kebiasaan buang air besar tanpa sebab, pendarahan rektum/dubur, atau nyeri perut. Kolonoskopi juga dipakai sebagai alat skrining pencegahan kanker usus besar, terutama pada individu berusia di atas 50 tahun atau mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit tersebut.
Apa yang bisa diharapkan: Sebelum prosedur dilakukan, pasien diharuskan menjalani persiapan usus, yang melibatkan konsumsi larutan khusus untuk membersihkan usus besar. Selama kolonoskopi, bius biasanya diberikan untuk memastikan kenyamanan, dan prosedur ini biasanya berlangsung sekitar 30-60 menit. Polip yang ditemukan dapat diangkat selama sesi yang sama untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Kolonoskopi adalah prosedur vital yang memungkinkan dokter untuk memeriksa lapisan dalam usus besar untuk deteksi dini adanya kelainan.
2. Gastroskopi
Gastroskopi, atau terkadang disebut sebagai endoskopi atas, berfokus pada pemeriksaan sistem pencernaan bagian atas, termasuk kerongkongan, lambung, dan bagian pertama usus kecil (duodenum). Selang tipis dan fleksibel yang disebut gastroskop dimasukkan melalui mulut menuju ke tenggorokan yang memungkinkan dokter memeriksa area ini untuk masalah seperti ulkus, peradangan, tumor, atau infeksi.
Mengapa dilakukan: Gastroskopi direkomendasikan bagi pasien yang mengalami beberapa gejala, seperti mulas secara terus-menerus, sulit menelan, mual tanpa sebab, atau nyeri perut bagian atas. Gastroskopi juga digunakan untuk menyelidiki penyebab pendarahan di saluran pencernaan bagian atas.
Apa yang diharapkan: Pasien biasanya diberikan obat penenang ringan atau bius lokal untuk membuat tenggorokan mati rasa. Prosedur ini biasanya berlangsung cepat sekitar 15-30 menit, dan kebanyakan pasien akan mengalami sedikit rasa tidak nyaman. Biopsi dapat dilakukan jika ditemukan adanya jaringan yang abnormal.
Gastroskopi adalah prosedur diagnostik yang memungkinkan tenaga medis untuk melihat kondisi kerongkongan, lambung, dan bagian awal usus kecil untuk mendiagnosis masalah pencernaan.
3. Endoskopi
Istilah "endoskopi" lebih sering mengacu pada prosedur apa pun yang menggunakan endoskop untuk memeriksa bagian dalam tubuh. Meskipun kolonoskopi dan gastroskopi sama-sama merupakan jenis endoskopi, istilah ini paling sering dipakai untuk menggambarkan prosedur yang melibatkan saluran pencernaan bagian atas (gastroskopi) atau saluran pencernaan bagian bawah (kolonoskopi). Namun, endoskopi juga dapat merujuk pada jenis prosedur lain yang digunakan untuk memeriksa organ yang berbeda, tergantung pada bagian tubuh yang dinilai.
Mengapa dilakukan: Endoskopi digunakan untuk berbagai tujuan diagnostik, tergantung pada bagian tubuh mana yang diperiksa. Ketika mengacu pada saluran pencernaan, endoskopi seringkali merupakan tes lini pertama untuk gejala pencernaan yang tidak dapat dijelaskan.
Apa yang diharapkan: Spesifikasi prosedur bervariasi tergantung pada bagian saluran pencernaan mana yang diperiksa, tetapi semua bentuk endoskopi melibatkan pemasukan selang lentur berkamera ke dalam tubuh untuk mendapatkan visualisasi dari area tersebut.
Endoskopi adalah istilah umum yang merujuk pada prosedur minimal invasif yang memungkinkan dokter untuk memeriksa bagian dalam saluran pencernaan menggunakan selang lentur berkamera, yang memberikan visualisasi krusial untuk diagnosis dan pengobatan.
Perbedaan dan Persamaan Utama di Antara Kolonoskopi, Gastroskopi, dan Endoskopi?
Meskipun kolonoskopi, gastroskopi, dan endoskopi memiliki tujuan yang sama, yaitu memeriksa sistem pencernaan, mereka menargetkan area yang berbeda dan memiliki peran khusus dalam mendiagnosis berbagai kondisi. Untuk membantu memperjelas perbedaannya, berikut adalah rincian sederhana dari perbedaan dan persamaan utama antara ketiga prosedur ini:
Prosedur
Area Fokus
Tujuan
Persiapan
Durasi Prosedur
Kolonoskopi
Usus besar (kolon) dan rektum (dubur).
Dipakai untuk mendeteksi polip, tumor, peradangan, dan tanda-tanda kanker usus besar. Sering digunakan sebagai alat skrining kanker.
Membutuhkan persiapan usus dengan larutan pembersih untuk mengosongkan usus besar.
Biasanya berlangsung selama 30-60 menit.
Gastroskopi
Kerongkongan, lambung, dan duodenum.
Mendeteksi beberapa masalah, seperti ulkus, radang, tumor, atau pendarahan di saluran pencernaan bagian atas.
Puasa selama 6-8 jam sebelum prosedur.
Cepat, biasanya selama 15-30 menit.
Endoskopi
Istilah umum, paling sering merujuk pada pemeriksaan saluran cerna bagian atas atau bawah.
Memungkinkan inspeksi visual terhadap saluran pencernaan untuk tujuan diagnostik, termasuk biopsi.
Bervariasi, tergantung jenis endoskopi yang dilakukan.
Bervariasi tergantung prosedur, biasanya 15-60 menit.
Persamaan
Penggunaan Endoskop: ketiga prosedur ini melibatkan penggunaan selang tipis dan fleksibel, yang disebut endoskop, dilengkapi dengan kamera untuk memeriksa organ dalam.
Bius: dalam sebagian besar kasus, pasien diberikan obat bius/sedasi untuk memastikan kenyamanan selama prosedur dijalankan.
Nilai Diagnostik: setiap prosedur menghasilkan deteksi terhadap beberapa kelainan, seperti peradangan, tumor, atau pendarahan, serta pengangkatan polip atau jaringan untuk biopsi, bila diperlukan.
Rendah Risiko: dianggap sebagai prosedur minimal invasif dan memiliki tingkat komplikasi yang rendah bila dilakukan oleh tenaga medis profesional yang berpengalaman.
Kolonoskopi, gastroskopi, dan endoskopi adalah prosedur yang menggunakan endoskop untuk memeriksa beberapa bagian yang berbeda dari sistem pencernaan, dengan masing-masing prosedur yang berfokus pada area tertentu.
Apa yang bisa Diharapkan Selama dan Setelah Prosedur?
Dengan memahami apa yang terjadi selama dan setelah kolonoskopi, gastroskopi, atau endoskopi, dapat membantu mengurangi kecemasan dan membuat prosesnya menjadi lebih lancar. Berikut adalah tabel yang menguraikan langkah-langkah utama dari setiap prosedur, apa yang dapat Anda harapkan selama prosedur berlangsung, dan apa yang akan terjadi sesudahnya.
Jenis Prosedur
Selama Prosedur
Setelah Prosedur
Kolonoskopi
Sedasi akan diberikan untuk memastikan kenyamanan. Kolonoskop dimasukkan melalui dubur untuk memeriksa usus besar. Polip atau sampel jaringan dapat diangkat.
Kembung ringan atau kram mungkin akan terjadi. Anda akan membutuhkan seseorang untuk mengantar pulang karena pengaruh sedasi. Hasil prosedur akan dibahas segera, tetapi hasil biopsi mungkin memerlukan beberapa hari.
Gastroskopi
Gastroskop akan dimasukkan melalui mulut melewati tenggorokan. Tenggorokan Anda akan dibuat mati rasa dengan anestesi lokal. Dokter akan memeriksa kerongkongan, lambung, dan duodenum.
Anda mungkin mengalami sakit tenggorokan untuk sementara waktu. Pemulihan dari sedasi serupa dengan prosedur kolonoskopi. Hasil prosedur dan laporan biopsi akan diberikan setelah beberapa hari.
Endoskopi
Bervariasi tergantung dari jenis endoskopi (saluran cerna bagian atas atau bawah). Sedasi biasanya diberikan. Dokter memeriksa area tersebut dan dapat mengambil biopsi atau melakukan perawatan kecil.
Sedikit ketidaknyamanan setelah prosedur. Selama menunggu pulih dari efek sedasi, Anda membutuhkan pendamping untuk mengantar pulang. Hasilnya akan tergantung pada prosedur dan biopsi yang diambil.
Tips Umum untuk Pemulihan
Istirahat: penting untuk beristirahat selama sisa hari pasca prosedur dengan menghindari aktivitas berat apa pun.
Pola makan: Anda biasanya dapat kembali menjalani pola makan normal kecuali dokter menyarankan sebaliknya. Mulailah dengan makanan yang lebih ringan jika Anda mengalami ketidaknyamanan.
Tindak lanjut: selalu ikuti instruksi dokter, terutama jika biopsi diambil atau jika diperlukan perawatan tambahan.
Mengapa Prosedur-Prosedur Tersebut Penting
Kolonoskopi, gastroskopi, dan endoskopi adalah alat yang penting untuk mendiagnosis dan mencegah masalah kesehatan serius pada sistem pencernaan. Prosedur ini memungkinkan dokter untuk mendeteksi tanda-tanda awal kanker, ulkus, dan peradangan, yang seringkali terdeteksi sebelum gejala menjadi parah. Di bawah ini adalah tabel yang menyoroti kapan setiap prosedur akan direkomendasikan dan mengapa penting untuk kesehatan Anda.
Prosedur
Mengapa Penting?
Kapan akan Direkomendasikan?
Kolonoskopi
Mendeteksi dan mengangkat polip sebelum berkembang menjadi sel kanker. Mendiagnosis penyebab masalah usus kronis.
Skrining rutin untuk kanker kolorektal, terutama untuk mereka yang berusia di atas 50 tahun atau memiliki riwayat keluarga. Diare kronis, pendarahan dubur, penurunan berat badan tanpa sebab, atau perubahan kebiasaan buang air besar.
Gastroskopi
Mendeteksi ulkus, tumor, dan peradangan di saluran pencernaan bagian atas. Membantu mendiagnosis GERD dan masalah saluran cerna bagian atas lainnya.
Mulas secara terus-menerus, susah menelan, dan nyeri perut bagian atas. Mendiagnosis ulkus, asam lambung, atau mual yang tidak dapat dijelaskan.
Endoskopi
Memberikan pandangan yang lebih dekat ke area tertentu dari saluran pencernaan. Mendeteksi penyebab gejala pencernaan yang tidak dapat dijelaskan.
Investigasi lanjutan ketika hasil tes lain dirasa tidak meyakinkan. Nyeri perut, pendarahan, atau kesulitan menelan.
Mengapa Deteksi Dini Penting
Deteksi dini adalah fondasi dari pengobatan modern, terutama yang terkait dengan kesehatan pencernaan. Prosedur seperti kolonoskopi, gastroskopi, dan endoskopi memberikan kesempatan untuk mendiagnosis potensi masalah jauh sebelum masalah itu menjadi lebih serius atau mengancam nyawa. Hal ini dapat membuat perbedaan secara signifikan dalam hasil pasien, dan membantu mengubah apa yang tadinya merupakan tantangan medis kompleks menjadi kondisi yang dapat dikelola.
Salah satu keuntungan paling penting dari deteksi dini adalah kemampuan untuk mencegah penyakit, seperti kanker. Misalnya, selama kolonoskopi, polip, atau pertumbuhan kecil di lapisan usus besar, dapat diidentifikasi dan diangkat di tempat. Meskipun polip itu sendiri bersifat jinak, jenis tertentu dapat berkembang menjadi kanker kolorektal seiring waktu jika tidak diobati. Dengan mengangkatnya sejak dini, dokter dapat secara efektif menghilangkan risiko kanker bahkan sebelum dimulai.
Demikian pula, gastroskopi dapat membantu mendeteksi ulkus, peradangan, dan bahkan tanda-tanda awal kanker lambung. Kondisi ini sering berkembang tanpa gejala yang jelas pada tahap awal, yang membuatnya sulit dideteksi melalui pemeriksaan rutin. Dengan menggunakan gastroskopi untuk memeriksa saluran pencernaan bagian atas dari dekat, dokter dapat mengidentifikasi kelainan halus yang mungkin tidak terlihat. Misalnya, ulkus yang terdeteksi lebih awal dapat diobati dengan obat-obatan, yang dapat mencegahnya memburuk menjadi ulkus berdarah atau kondisi yang lebih parah.
Manfaat utama lain dari deteksi dini adalah kemampuan untuk mendiagnosis dan mengelola penyakit pencernaan kronis, seperti penyakit radang usus (IBD) dan asam lambung (GERD). Meskipun kondisi ini mungkin tidak langsung membahayakan nyawa, tetapi mereka dapat memengaruhi kualitas hidup Anda secara signifikan jika tidak diobati. Endoskopi dapat mengungkapkan tingkat peradangan dan kerusakan yang disebabkan oleh penyakit ini, yang memungkinkan dokter untuk menyesuaikan rencana perawatan guna mencegah komplikasi lebih lanjut dan meningkatkan kenyamanan pasien.
Deteksi dini tidak hanya berarti melihat penyakit yang mengancam nyawa, tetapi juga menemukan jawaban atas gejala yang tidak jelas. Banyak masalah pencernaan muncul dengan gejala yang tidak jelas, seperti kembung, nyeri, atau ketidaknyamanan, yang mungkin sering dianggap sebagai masalah kecil. Namun, gejala tersebut terkadang dapat menandakan masalah yang lebih dalam dan memerlukan perhatian medis. Endoskopi menjadi salah satu prosedur yang membantu menyingkirkan kondisi yang lebih serius, serta memberikan kepastian dan kejelasan kepada pasien.
Pemeriksaan dan skrining rutin sangat penting untuk menjaga kesehatan sistem pencernaan serta mencegah potensi masalah sebelum menjadi serius.
Kondisi Medis yang Bisa Didiagnosis Melalui Kolonoskopi, Gastroskopi, dan Endoskopi
Prosedur-prosedur diagnostik tersebut penting dalam mendeteksi berbagai kondisi medis, yang sebagian besar mungkin tidak bergejala di tahap awal. Dengan memberikan pandangan rinci terkait berbagai bagian sistem pencernaan, prosedur kolonoskopi, gastroskopi, dan endoskopi dapat membantu dokter mendiagnosis dan mengobati berbagai kondisi pencernaan dengan lebih efektif. Di bawah ini adalah tabel yang menguraikan kondisi paling umum yang bisa didiagnosis melalui prosedur-prosedur tersebut.
Jenis Prosedur
Kondisi yang Didiagnosis
Deskripsi Kondisi
Colonoscopy
Kanker kolorektal
Jenis kanker yang berawal dari usus besar atau rektum. Sering berkembang dari polip prakanker yang dapat dideteksi dan diangkat selama kolonoskopi.
Polip usus
Sekumpulan kecil sel yang terbentuk di lapisan usus besar [6]. Meskipun sebagian besar polip tidak berbahaya, beberapa dapat berkembang menjadi sel kanker jika tidak diangkat.
Penyakit radang usus (IBD)
Sekelompok kondisi, termasuk penyakit Crohn dan kolitis ulseratif, yang menyebabkan peradangan kronis pada saluran pencernaan.
Divertikulosis
Suatu kondisi di mana kantong kecil (divertikula) terbentuk di dinding usus besar, yang kadang dapat meradang atau terinfeksi (divertikulitis) [8].
Gastroskopi
Ulkus gaster
Luka terbuka yang berkembang di lapisan lambung akibat kelebihan asam lambung atau infeksi, menyebabkan nyeri dan pendarahan jika kasusnya parah.
Asam lambung (GERD)
Kondisi kronis, di mana asam lambung mengalir kembali ke kerongkongan, dapat menyebabkan iritasi dan terkadang kerusakan pada lapisan kerongkongan.
Kanker lambung
Tumor ganas yang berawal dari lapisan lambung. Deteksi dini melalui gastroskopi sangat penting untuk pengobatan yang efektif.
Esofagitis
Peradangan pada kerongkongan, sering disebabkan oleh asam lambung, infeksi, atau obat-obatan tertentu.
Hernia Hiatus
Suatu kondisi di mana sebagian lambung mendorong ke atas melalui diafragma dan ke rongga dada.
Endoskopi
Barrett’s esophagus
Suatu kondisi di mana lapisan kerongkongan rusak oleh asam lambung, yang menyebabkan perubahan abnormal pada sel-selnya. Hal ini dapat meningkatkan risiko kanker kerongkongan [1].
Penyakit celiac
Gangguan autoimun di mana konsumsi gluten dapat menyebabkan kerusakan pada usus kecil, menyebabkan masalah pencernaan, dan masalah penyerapan nutrisi [2].
Kanker esofagus
Kanker yang terbentuk di jaringan kerongkongan. Endoskopi digunakan untuk mendeteksi sel tumor atau pertumbuhan abnormal di kerongkongan sejak dini.
Tukak Lambung (ulkus peptikum)
Luka yang berkembang di lapisan dalam lambung, kerongkongan, atau usus kecil akibat asam lambung, dan sering menyebabkan nyeri serta ketidaknyamanan.
Persiapan sebelum Kolonoskopi, Gastroskopi, dan Endoskopi
Persiapan yang tepat adalah kunci untuk memastikan keberhasilan prosedur, baik itu kolonoskopi, gastroskopi, atau endoskopi. Setiap prosedur memerlukan langkah-langkah yang berbeda untuk mempersiapkan saluran pencernaan Anda, dan dengan mengikuti instruksi ini secara cermat akan membantu memastikan hasil yang akurat. Berikut adalah tabel yang menguraikan langkah-langkah persiapan untuk setiap prosedur.
Prosedur
Tahap Persiapan
Tips Tambahan
Kolonoskopi
Menjalani diet rendah serat beberapa hari sebelum prosedur. Beralihlah ke diet cairan bening pada 24 jam sebelum prosedur. Minum obat pencahar yang diresepkan untuk membersihkan usus besar di malam sebelum prosedur.
Minumlah banyak cairan bening agar tetap terhidrasi. Atur seseorang untuk mengantar pulang karena Anda akan dibius. Hentikan konsumsi obat-obatan tertentu jika diinstruksikan oleh dokter.
Gastroskopi
Puasa setidaknya selama 6-8 jam sebelum prosedur untuk memastikan saluran pencernaan bagian atas Anda kosong.
Kenakan pakaian yang longgar dan nyaman pada hari prosedur. Beri tahu dokter jika Anda mengonsumsi obat pengencer darah. Atur transportasi pulang setelah sedasi.
Endoskopi
Ikuti pedoman yang serupa dengan gastroskopi (untuk endoskopi atas). Untuk endoskopi bawah (kolonoskopi), ikuti batasan pola makan dan pembersihan usus.
Seperti pada prosedur lain, puasa atau persiapan usus adalah kunci, tergantung dari jenis endoskopi. Selalu informasikan kepada dokter tentang obat apa pun yang Anda konsumsi.
Tips Umum untuk Semua Prosedur
Pakaian yang Nyaman: kenakan pakaian yang longgar dan nyaman untuk menjalani prosedur ini karena Anda akan dibius dan mungkin merasa lesu sesudahnya.
Hidrasi: tetap terhidrasi dengan mengonsumsi cairan bening sebelum memulai periode puasa Anda dapat membuat persiapan lebih nyaman.
Ajukan Pertanyaan: jika Anda memiliki ketidakpastian atau kekhawatiran, jangan ragu untuk bertanya kepada dokter untuk klarifikasi.
Refleksi: Memahami Berbagai Prosedur Diagnostik Penting Ini
Baik kolonoskopi, gastroskopi, maupun endoskopi, ketiganya lebih dari sekadar tes medis. Mereka adalah prosedur penting yang membantu menjaga kesehatan sistem pencernaan Anda. Setiap prosedur memiliki tujuan tertentu, baik itu skrining kanker kolorektal, diagnosis beberapa kondisi, seperti GERD atau ulkus, atau untuk mendeteksi kelainan lain yang mungkin tidak terlihat. Dengan memberikan pandangan yang jelas kepada dokter terkait kondisi sistem pencernaan Anda, prosedur-prosedur tersebut memungkinkan untuk deteksi dini, pengobatan cepat, dan pada akhirnya kesehatan yang lebih baik.
Memahami perbedaan antara setiap prosedur dan mengetahui apa yang diharapkan, dapat mengurangi kecemasan serta memberdayakan Anda untuk berperan aktif dalam perawatan kesehatan. Apakah Anda menjalani salah satu prosedur ini untuk pemeriksaan rutin atau untuk menyelidiki gejala tertentu, ketiganya menawarkan wawasan yang tak ternilai yang dapat mengarah pada intervensi medis secara tepat waktu dan efektif. Memprioritaskan kesehatan pencernaan Anda melalui tes ini adalah langkah penting menuju pemeliharaan kesejahteraan secara menyeluruh.
Kita semua pernah kembung, yaitu saat kita merasa baik-baik saja tiba-tiba perut membuncit seperti balon, membuat kita tidak nyaman dan kesakitan. Perut kembung adalah masalah umum yang memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia, tetapi penyebabnya seringkali disalahpahami. Rasanya seperti perut tegang dan penuh yang dapat membuat pakaian terasa sesak dan terkadang bisa sangat menyakitkan. Sensasi ini dapat terjadi di saat yang paling tidak tepat, baik saat akan memberikan presentasi penting, makan bersama teman-teman, atau sekadar bersantai di rumah.
Bagi sebagian orang, kembung adalah ketidaknyamanan kecil yang akan segera berlalu. Namun bagi yang lain, ini bisa menjadi masalah berulang yang secara signifikan memengaruhi kehidupan sehari-hari, yang mengarah pada kebutuhan akan perawatan secara terus-menerus. Ketidakpastian dari kondisi ini dapat semakin membuat frustasi, karena tampaknya kembung menyerang tanpa peringatan atau penyebab yang jelas. Namun, mengapa ini bisa terjadi? Apakah karena sesuatu yang kita makan, gejala dari masalah kesehatan yang lebih serius, atau karena tubuh kita yang tidak dapat diprediksi?
Dalam blog ini, kita akan mengeksplorasi pemicu dan faktor-faktor umum yang mendasari terjadinya perut kembung. Dengan mengetahui alasan-alasan tersebut, kami ingin memberi Anda pemahaman yang lebih baik tentang kondisi tidak nyaman ini dan menawarkan saran praktis tentang cara mengatasinya. Baik Anda mengalami kembung sesekali atau itu merupakan kejadian biasa, mendapatkan wawasan tentang penyebabnya dapat membantu dalam mengambil kendali dan mencari bantuan medis.
Makanan Penyebab Perut Kembung
Memahami penyebab kembung dari segi makanan sangat penting dalam mengelola dan mencegah ketidaknyamanan ini. Berikut adalah bagaimana faktor-faktor makanan dapat menyebabkan kembung dan memengaruhi sistem pencernaan Anda.
Makanan Penghasil Gas
Makanan tertentu diketahui menghasilkan lebih banyak gas selama pencernaan, sehingga dapat mengakibatkan kembung. Ini termasuk:
Kacang-kacangan dan lentil: kaya serat dan karbohidrat kompleks, kacang-kacangan [1] dan lentil [2] cukup sulit untuk dipecah sepenuhnya oleh sistem pencernaan. Mereka mengandung oligosakarida, hasil kondensasi yang difermentasi oleh bakteri usus, yang menghasilkan gas sebagai produk sampingan.
Sayuran cruciferous: sayuran yang termasuk golongan tanaman Brassica, seperti brokoli, kembang kol, kubis, dan kubis Brussel, kaya akan serat dan senyawa sulfur [3]. Meskipun sangat bergizi, proses fermentasinya di usus dapat menghasilkan produksi gas yang signifikan.
Minuman berkarbonasi: soda dan sparkling water [4] mengandung C02 yang terlarut, yang dapat menyebabkan penumpukan gas di perut. Kelebihan gas ini dapat menyebabkan sensasi kembung saat menumpuk di saluran pencernaan.
Pemanis buatan: jenis pemanis buatan, seperti sorbitol, manitol, dan xilitol [5], yang ditemukan dalam permen karet bebas gula, permen, dan beberapa makanan diet, tidak sepenuhnya dapat diserap oleh tubuh. Saat melewati usus besar, mereka difermentasi oleh bakteri, sehingga menghasilkan gas dan menyebabkan kembung.
Sayuran cruciferous dapat menyebabkan kembung dan gas karena proses fermentasi di usus.
Intoleransi Makanan Intoleransi makanan dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan kembung secara signifikan. Dua intoleransi yang umum terjadi adalah:
Intoleransi laktosa: intoleransi laktosa terjadi ketika tubuh kekurangan enzim laktase, yaitu gula yang ditemukan dalam susu dan produk susu yang dibutuhkan untuk memecah laktosa. Konsumsi laktosa dapat menyebabkan perut kembung, gas, diare, dan nyeri perut, karena laktosa yang tidak tercerna difermentasi di usus besar [6].
Intoleransi gluten dan penyakit celiac: sensitivitas gluten non-celiac dapat menyebabkan perut kembung, gas, dan ketidaknyamanan setelah mengonsumsi makanan yang mengandung gluten, seperti gandum, barli, dan gandum hitam [7]. Penyakit celiac adalah penyakit autoimun di mana konsumsi gluten dapat menyebabkan kerusakan pada usus kecil [8]. Gejalanya meliputi kembung parah, diare, dan malabsorpsi nutrisi.tolerances can cause significant digestive distress and bloating.
2. Faktor Gaya Hidup yang Menyebabkan Kembung
Pilihan gaya hidup kita berperan penting dalam kesehatan sistem pencernaan secara keseluruhan dan dapat berkontribusi pada frekuensi serta tingkat keparahan kembung. Berikut adalah beberapa faktor gaya hidup umum yang dapat mengakibatkan masalah pencernaan, seperti:
Stres dan masalah pencernaan: usus dan otak terhubung melalui gut-brain axis (sumbu penghubung saluran pencernaan dan otak), yang berarti bahwa stres psikologis dapat secara langsung memengaruhi fungsi gastrointestinal [9]. Stres juga dapat menyebabkan berbagai masalah pencernaan [10], termasuk kembung, dengan memicu perut untuk memproduksi lebih banyak asam, mengubah motilitas usus, dan meningkatkan sensitivitas usus. Selain itu, stres juga dapat memperburuk beberapa kondisi, seperti Sindrom Iritasi Usus Besar (IBS) [11], di mana kembung adalah gejala umum.
Gaya hidup sedentary (kurang gerak): aktivitas fisik secara teratur membantu merangsang kontraksi alami otot usus, yang memfasilitasi pergerakan makanan dan gas secara efisien melalui saluran pencernaan. Gaya hidup sedentary dapat memperlambat kontraksi tersebut, sehingga mengakibatkan pencernaan yang perlahan dan peningkatan kembung.
Perut Kembung karena Makan Tidak Teratur Kebiasaan makan tertentu dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami kembung yang konsisten. Ini termasuk:
Waktu makan yang tidak konsisten: melewatkan makan pada waktu yang tidak teratur dapat mengganggu ritme pencernaan alami tubuh. Sistem pencernaan Anda berfungsi paling baik ketika beroperasi pada jadwal yang teratur dan memproses makanan secara terduga. Pola makan yang tidak teratur dapat menyebabkan gangguan pencernaan, yang bisa mengakibatkan kembung.
Makan sembarangan dan berlebihan: makan sambil terganggu, seperti menonton TV atau bekerja, dapat menyebabkan makan secara berlebihan dan menelan kelebihan udara, yang keduanya dapat berkontribusi pada terjadi perut kembung. Sebaliknya, makan dengan penuh ketenangan, memperhatikan makanan yang sedang Anda makan, dan mengunyah dengan seksama, dapat meningkatkan kesehatan pencernaan dan mengurangi kemungkinan kembung.
Makanan besar dan makan larut malam: mengonsumsi makanan besar atau makan saat larut malam dapat membebani sistem pencernaan dan memperlambat prosesnya. Di sisi lain, makan lebih sering dapat membantu menjaga sistem pencernaan Anda berfungsi dengan lancar dan mencegah kembung.
Makan sembarangan dan makan berlebihan dapat menyebabkan kembung dengan membebani sistem pencernaan dan menyebabkan kelebihan gas.
3. Kondisi Medis yang Menunjukkan Gejala Kembung
Meskipun faktor diet dan gaya hidup merupakan kontributor umum dari kembung, kondisi medis tertentu juga dapat memainkan peran penting. Berikut adalah beberapa kondisi medis utama yang terkait dengan kembung:
Sindrom Iritasi Usus Besar (IBS): IBS adalah gangguan pencernaan kronis yang ditandai dengan berbagai gejala, seperti nyeri perut, kram, diare, sembelit, dan kembung. Penyebab IBS tidak diketahui secara pasti, tetapi diyakini merupakan kombinasi antara disfungsi gut-brain axis, peningkatan sensitivitas usus, dan motilitas usus yang tidak teratur. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan produksi gas secara berlebihan dan gerakan usus yang tidak teratur, yang dapat menyebabkan kembung [12]. Mengelola perut kembung terkait IBS seringkali melibatkan perubahan pola makan, manajemen stres, dan terkadang pengobatan.
Small Intestinal Bacterial Overgrowth(SIBO): SIBO terjadi ketika ada peningkatan jumlah bakteri di usus kecil secara tidak terkendali. Kondisi ini dapat mengganggu penyerapan nutrisi dan menyebabkan masalah pencernaan. Bakteri berlebih akan memfermentasi makanan yang dicerna, menghasilkan gas yang menumpuk di usus, sehingga dapat menyebabkan kembung [13], nyeri perut, dan ketidaknyamanan.
Perubahan hormonal: perubahan hormon, terutama pada wanita, juga dapat memicu kembung. Banyak wanita mengalami perut kembung sebagai gejala sindrom pra-menstruasi (PMS) karena fluktuasi hormon yang menyebabkan tubuh menahan lebih banyak air dan garam. Kondisi seperti sindrom ovarium polikistik (PCOS) dan menopause juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan hormon yang memengaruhi pencernaan dan retensi cairan [14]. Mengelola perut kembung terkait hormon seringkali melibatkan perubahan gaya hidup, penyesuaian pola makan, dan terkadang pengobatan untuk mengatasi ketidakseimbangan hormon yang mendasarinya.
IBS sering menyebabkan kembung karena gerakan usus yang tidak teratur dan peningkatan produksi gas.
Tips Praktis untuk Mengatasi dan Mencegah Perut Kembung
Mengelola dan mencegah perut kembung secara efektif seringkali membutuhkan kombinasi antara penyesuaian pola makan, perubahan gaya hidup, dan peningkatan kebiasaan makan. Berikut adalah beberapa tips praktis untuk membantu mengatasi perut kembung dan menjaga sistem pencernaan yang nyaman.
Obat yang dijual bebas: untungnya, sebagian besar penyebab kembung perut yang sudah tercantum dapat diobati dengan mudah. Dokter mungkin akan meresepkan obat antasida yang dijual bebas [15] sebagai pereda kembung ketika kembung disebabkan oleh intoleransi makanan tertentu dan kelebihan gas. Jika nyeri perut dan kembung Anda disebabkan oleh sembelit, suplemen serat atau obat pencahar dapat diresepkan untuk membantu memudahkan buang air besar dan mengurangi kembung.
Antasida yang dijual bebas dapat membantu meredakan kembung dengan cara menetralkan asam lambung dan mengurangi gas.
Perubahan pola makan: dengan mencoba mengidentifikasi pemicu perut kembung, ini dapat membantu Anda mengatasi masalah berulang dengan sensasi yang dapat diprediksi. Bagi penderita penyakit celiac, menghilangkan gluten [16] sepenuhnya dari makanan mereka sering disarankan oleh tenaga medis untuk mencegah kondisi semakin buruk. Jika Anda didiagnosis menderita IBS, menghindari makanan penghasil gas tinggi (minuman bersoda dan beralkohol) dan mengikuti diet rendah FODMAP [17] terbukti efisien dalam mengurangi kembung.
FODMAP adalah singkatan dari fermentable oligosaccharides, disaccharides, monosaccharides, and polyols. Diet ini memandu Anda untuk mengidentifikasi dan menghindari karbohidrat yang sulit dicerna, yang terkandung dalam biji-bijian, sayuran, buah-buahan, dan produk susu tertentu, seperti fruktosa, fruktan, dan laktosa. Diet rendah FODMAP dapat menghilangkan beberapa atau seluruh konsumsi berikut ini:
FODMAP dalam beberapa makanan, seperti bawang bombay, bawang putih, dan apel, dapat menyebabkan kembung dan ketidaknyamanan pada pencernaan.
Pijat perut: memijat perut Anda dengan lembut [18] dapat meredakan kembung dengan melembutkan otot perut Anda dan mempercepat pencernaan. Hal ini akan memudahkan gas untuk melewati saluran pencernaan dan membantu menggerakkan tinja di sepanjang bagian usus besar.
Aktivitas fisik: aktif secara fisik, termasuk berlatih yoga, dapat merangsang proses pencernaan [19] dan mengurangi kembung. Aktivitas fisik akan meningkatkan aliran darah ke organ pencernaan dan meningkatkan relaksasi yang membantu meredakan gas serta meningkatkan motilitas usus.
Hero's Pose (Virasana) yoga dapat membantu mengatasi kembung dengan meningkatkan relaksasi serta membantu proses pencernaan.
Teh herbal: berbagai studi [20] menunjukkan bahwa teh herbal, seperti teh peppermint dan jahe, dapat mengurangi kembung secara efektif. Teh ini membantu mengendurkan otot sistem pencernaan, mengurangi gas, dan meningkatkan proses pencernaan secara keseluruhan, sehingga menawarkan pengobatan alami untuk meredakan kembung.
Jenis teh herbal, seperti peppermint, jahe, chamomile, adas, dan dandelion, dapat membantu meredakan kembung dengan menenangkan sistem pencernaan dan mengurangi gas.
Kapan harus memeriksakan diri ke dokter?
Meskipun umum bagi kita untuk sesekali mengalami kembung dan biasanya bukan merupakan penyebab kekhawatiran, ada kalanya kembung juga menjadi tanda masalah mendasar yang lebih serius, sehingga memerlukan perhatian profesional. Mengenali peringatan dan memahami tes diagnostik serta pilihan pengobatan perut kembung, dapat membantu Anda mengambil langkah-langkah yang diperlukan menuju kesehatan yang lebih baik. Penting untuk mengetahui kapan perut kembung sudah ebih dari sekadar ketidaknyamanan sistem pencernaan.
Jika Anda mengalami kembung secara terus-menerus dan tidak kunjung membaik meskipun sudah melakukan perubahan pola makan dan gaya hidup, atau jika kembung disertai dengan nyeri perut yang parah, penurunan berat badan, muntah, atau perubahan kebiasaan buang air besar, seperti diare kronis atau sembelit, inilah saatnya untuk mencari pertolongan medis. Gejala lain yang memerlukan intervensi dokter, termasuk darah dalam feses, demam, dan kesulitan menelan. Ini bisa menjadi tanda dari kondisi yang lebih serius, seperti infeksi saluran cerna, radang usus, atau bahkan jenis kanker tertentu.
Ketika Anda berkonsultasi dengan tenaga kesehatan profesional tentang kembung yang terjadi secara terus-menerus, mereka mungkin merekomendasikan berbagai tes diagnostik untuk menentukan penyebab yang mendasarinya. Ini dapat mencakup skrining usus untuk memeriksa infeksi dan peradangan, atau tes feses untuk mengidentifikasi parasit atau menyelidiki lebih lanjut keberadaan darah. Tes pencitraan, seperti USG, CT scan, atau endoskopi, juga dapat digunakan untuk melihat lebih dekat kondisi saluran pencernaan Anda.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, dokter Anda akan menyarankan pilihan pengobatan yang sesuai. Pendekatan pengobatannya mungkin berkisar dari perubahan pola makan dan obat-obatan untuk mengelola gejala hingga perawatan yang lebih spesifik untuk beberapa kondisi, seperti IBS, SIBO, dan penyakit celiac. Dalam beberapa kasus, diperlukan juga rujukan ke dokter spesialis gastroenterologi untuk perawatan khusus.
Kesimpulan
Perut kembung bisa menjadi masalah menerus yang memengaruhi kenyamanan dan kualitas hidup, tetapi seringkali kita bisa untuk mengelolanya secara efektif. Dengan membuat pilihan makanan yang bijaksana, seperti menjauhi makanan penghasil gas yang diketahui dan memilih makanan yang ramah usus, Anda dapat secara signifikan mengurangi kembung. Demikian pula, dengan mengadopsi kebiasaan gaya hidup sehat, termasuk olahraga teratur dan manajemen stres yang efektif, mendukung proses pencernaan yang optimal.
Namun, jika perut kembung semakin parah atau kronis, penting untuk mencari pertolongan medis, karena mungkin mengindikasikan kondisi mendasar yang lebih serius. Dengan pendekatan yang tepat, Anda bisa mendapatkan sistem pencernaan yang lebih nyaman dan seimbang, yang dapat membantu memastikan hidup yang lebih sehat dan nyaman.
Bellini, Massimo, et al. “Low Fermentable Oligo- Di- and Mono-Saccharides and Polyols (FODMAPs) or Gluten Free Diet: What Is Best for Irritable Bowel Syndrome?” Nutrients, vol. 12, no. 11, Nov. 2020, p. 3368. PubMed Central, https://doi.org/10.3390/nu12113368.
Lenhart, Adrienne, and William D. Chey. “A Systematic Review of the Effects of Polyols on Gastrointestinal Health and Irritable Bowel Syndrome.” Advances in Nutrition, vol. 8, no. 4, July 2017, pp. 587–96. PubMed Central, https://doi.org/10.3945/an.117.015560.
Robles, Luelle, and Ronny Priefer. “Lactose Intolerance: What Your Breath Can Tell You.” Diagnostics, vol. 10, no. 6, June 2020, p. 412. www.mdpi.com, https://doi.org/10.3390/diagnostics10060412.
Roszkowska, Anna, et al. “Non-Celiac Gluten Sensitivity: A Review.” Medicina, vol. 55, no. 6, June 2019, p. 222. www.mdpi.com, https://doi.org/10.3390/medicina55060222.
Lebwohl, Benjamin, and Alberto Rubio-Tapia. “Epidemiology, Presentation, and Diagnosis of Celiac Disease.” Gastroenterology, vol. 160, no. 1, Jan. 2021, pp. 63–75. ScienceDirect, https://doi.org/10.1053/j.gastro.2020.06.098.
Labanski, Alexandra, et al. “Stress and the Brain-Gut Axis in Functional and Chronic-Inflammatory Gastrointestinal Diseases: A Transdisciplinary Challenge.” Psychoneuroendocrinology, vol. 111, Jan. 2020, p. 104501. ScienceDirect, https://doi.org/10.1016/j.psyneuen.2019.104501.
Oroian, Bianca Augusta, et al. “New Metabolic, Digestive, and Oxidative Stress-Related Manifestations Associated with Posttraumatic Stress Disorder.” Oxidative Medicine and Cellular Longevity, edited by Juan F. Santibanez, vol. 2021, Dec. 2021, pp. 1–18. DOI.org (Crossref), https://doi.org/10.1155/2021/5599265.
Balmus, Ioana-Miruna, et al. “Irritable Bowel Syndrome and Neurological Deficiencies: Is There A Relationship? The Possible Relevance of the Oxidative Stress Status.” Medicina, vol. 56, no. 4, Apr. 2020, p. 175. www.mdpi.com, https://doi.org/10.3390/medicina56040175.
Serra, Jordi. “Management of Bloating.” Neurogastroenterology & Motility, vol. 34, no. 3, Mar. 2022, p. e14333. DOI.org (Crossref), https://doi.org/10.1111/nmo.14333.
Takakura, Will, and Mark Pimentel. “Small Intestinal Bacterial Overgrowth and Irritable Bowel Syndrome – An Update.” Frontiers in Psychiatry, vol. 11, July 2020. Frontiers, https://doi.org/10.3389/fpsyt.2020.00664.
Kałużna, Małgorzata, et al. “Are Patients with Polycystic Ovary Syndrome More Prone to Irritable Bowel Syndrome?” Endocrine Connections, vol. 11, no. 4, Apr. 2022. ec.bioscientifica.com, https://doi.org/10.1530/EC-21-0309.
D’Silva, Adrijana, et al. “Yoga as a Therapy for Irritable Bowel Syndrome.” Digestive Diseases and Sciences, vol. 65, no. 9, Sept. 2020, pp. 2503–14. Springer Link, https://doi.org/10.1007/s10620-019-05989-6.
Sattar, Tabinda. “Would Some Herbal Teas Play a Medicating Role for Certain Diseases?” Current Nutrition & Food Science, vol. 17, no. 2, Feb. 2021, pp. 176–88. IngentaConnect, https://doi.org/10.2174/1573401316666200514224433.
Lokasi
Colorectal Care Specialists (CRCS)
3 Mount Elizabeth, #14-15, Mount Elizabeth Medical Centre, Singapore 228510